Rabu, 05 Desember 2007

Cipika Cipiki

---Lintas budaya dan ras -----

Aku dibesarkan di kultur Jawa totok. Salah satu aturan yang masih terbawa2 sampai sekarang adalah : dilarang ciuman dengan yang bukan muhrim. Dulu ketika ada teman beda suku dan main cipika cipiki denganku.. bapakku marah sekali. Beliau bilang begini : "Keperawanan perempuan itu tidak hanya dilihat dari selaput daranya, tapi dari kemampuannya menjaga keutuhan kesucian seluruh tubuhnya termasuk pipinya"

Waktu itu aku bete banget mendengarnya, kolot banget kan? Bagiku cipika-cipiki adalah bagian yang tak terpisahkan dari pergaulan masa kini. Entah dengan sesama jenis ataupun lawan jenis. Tapi entah karena apa, aku memilih untuk taat dan patuh (ceritanya mau jadi anak yang manis gitu)

Naah...ketika aku tunangan dengan orang yang bukan Jawa (doi dari manado). Aku harus terkejut2 melihat adanya beberapa perbedaan. Dalam suatu acara besar, teman2 dari manado seperti biasa cipika-cipiki. Waktu itu ada seorang teman dekatku dari manado juga (laki-laki tentunya) mau ngesun aku. Karena doktrin dari bapak yang sudah mendarah daging plus ingin menghormati tunanganku reflek aku menghindar.

Ketika kami sama-sama pulang, tunanganku menasihati, lain kali kalo ada teman yang mau beramah tamah dengan cipika cipiki jangan menghindar, karena itu akan sangat menyinggung perasaannya. Beruntung, tadi adalah sahabatku, yang sudah kenal baik sama aku, jadi dia tak marah, tapi maklum bahwa aku tidak / belum terbiasa dengan budaya cipika cipiki.

Aku cuma bengong, dalam hatiku ...duuuh merepotkan yaa... di satu sisi aku di doktrin dengan kultur yang seperti itu, disisi lain etika pergaulan membenarkan adanya cipika-cipiki... Well... gmana kata Alkitab :

Ro 16:16 Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.
1Co 16:20 Salam kepadamu dari saudara-saudara semuanya. Sampaikanlah salam seorang kepada yang lain dengan cium kudus.


Inikah yang disebut dengan cium kudus itu? adakah yang mau berkomentar??

Minggu, 02 Desember 2007

SEX : Antara Kasih, Gairah, dan Kewajiban

Eyang putri ku pernah berkata : urusan ranjang adalah kewajiban mutlak bagi istri untuk memberikan pelayanan terbaik bagi suami. Kalau suami "minta" harus, wajib, kudu hukumnya untuk dilayani, kalau tidak? maka perempuan dianggap berdosa besar dan durhaka terhadap suami. Dan jangan salahkan suami jika dia selingkuh karena penolakan kita.

Ketika aku masih "bandel" suka nonton BF, aku pernah berpikir bahwa aku adalah wanita dengan libido yang sangat tinggi... gampang terangsang gitchu. Aku bayangkan, tiada hari tanpa SEX. Minimal 3 kali sehari (emang minum obat???) wakakakaaaaa...Dan wejangan eyang putriku tadi kuanggap sebagai keuntungan.

Lain dulu lain sekarang...Dulu ketika SEX hanyalah sekedar teori dan angan2, rasanya mudah untuk dilaksanakan berkali2 dalam sehari. Sekarang??? Heheheeee... ternyata jauuuh dari angan2. Moodku seringkali butuh waktu u/ dimunculkan. Bahkan dalam kurun waktu tertentu aku sempat trauma dengan kejadian di malam pertama. Kelelahan Fisik sebagai wanita yang bekerja ternyata juga mempengaruhi gairah sex. Dan omong punya omong, ternyata 4 dari 5 wanita pekerja akan merasakan hal yang sama dengan aku. Uh.. ternyata prakteknya sulit yaa...

Ketika aku mendoktrin pikiranku dengan wejangan Eyang, bahwa "wajib" hukumnya melayani urusan ranjang...yang aku rasakan bukan kenikmatan, tapi justru ekplorasi, ketidakadilan, dan egoisme laki2. Ketika aku beralasan : takut suamiku selingkuh... aku malah semakin tersiksa... makin merasa disemena-menakan.

Haruskah Sex menjadi alasan bagi pria untuk meninggalkan istrinya? Haruskah wanita selalu nrimo untuk urusan yang memerlukan energi lebih besar daripada lari marathon? Ya Tuhan.....haruskah aku bertanya padaMU tentang ini? aku malu.. tapi.. siapa yang sanggup memberikan pengertian dan pertolongan padaku selain dari padaMU.

Yah...syukurlah, Tuhan juga peduli tuh, untuk urusan beginian :p.

Col 3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

Alasan dilakukannya hubungan intim suami istri bukan karena merasa "wajib", tapi Kasih. Dengan kasih semua akan lebih enak dilakukan. Ada negosiasi, pengertian antara suami istri, dan pertumbuhan komunikasi. Bener lho, ketika aku mulai menyampaikan hal2 yang aku inginkan atas dasar kasih, ternyata suamiku bisa mengerti dan kami bisa menemukan formula yang tepat untuk kami nikmati bersama2.

memang benar bahwa :
1Co 7:4 Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya

tapi ini tidak bisa diartikan bahwa suami atau istri itu harus "ready 2 use". Ini hanya bisa diartikan bahwa tubuh suami / istri itu didedikasikan untuk melayani TUHAN dan suami. Segala sesuatu yang menyangkut suami dan istri harus dilaksanakan berdasar Kasih.

Col 3:19 Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.

Istri2, jadilah bijak, jangan menyerah dengan mood sementara suami perlu pelayananmu. Gairah bisa muncul seiring dengan tekad kita menunjukkan kasih kita kepada suami. Ini juga sebagai penundukan diri kita kepada suami. Penundukan diri haruslah di dasari, bahwa segala sesuatu dilaksanakan atas dasar Takut akan Tuhan. Percaya deh, Gairah yang kita perlukan untuk berhubungan intim akan muncul dengan cara yang ajaib, jika mind set kita benar.

Bicarakan dan sepakati aja, kapan dan seperti apa hubungan intim yang kita inginkan. Percaya deh, kalau kita berjuang melawan bad mood bersama2 dengan TUHAN, maka Tuhan juga pasti mau terlibat untuk menolong kita.

Kiranya Tuhan memberikan pertolongan bagi kita untuk lebih mengasihi dan memahami pasangan kita. Sehingga keluarga2 kita menjadi keluarga yang diberkati oleh Tuhan, jauh dari rasa intimidasi, ikatan kewajiban semu, dan memiliki kemerdekaan yang sejati. Amin
 

Gado-Gado Jawa Manado © 2008. Template Design By: SkinCorner