Kamis, 28 Februari 2008

Untuk Yang Ini, aku mohoon Tuhan..........


Percakapan semalam sudah usai, kami sudah berdamai lagi pagi ini. Dengan ciuman dan ucapan salam mesra kami sudah dengan tulus saling memaafkan.


Aku memang masih terluka, karena caraku mencintainya belum bisa dia pahami, walaupun hampir 2 tahun kami tinggal satu atap. Aku sendiri juga tidak mengerti, mengapa seringkali mengungkapkan cinta, perhatian dan perasaan dengan cara yang membuatnya tak nyaman. Semalam pun aku berjanji untuk tidak mengulangi nya.


Tapi sungguh, hatiku masih sakit, sedih, tertolak dan merasa tak terpahami. Selintas ayatMu bergema :


1Pe 3:7 Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Sungguh aku berterima kasih, karena Engkau memperhatikan kehidupan rumah tangga kami. Bahkan ada jaminan bagi para isteri. Engkau bahkan rela membangun tembok tinggi bagi doa suami-suami yang menyakiti hati isterinya.


Aku mencintainya dengan segenap hati dan setulus jiwaku. Jadi aku mohon dengan sangat, sekalipun saat ini aku masih bersedih dengan apa yang kami bicarakan tadi malam....janganlah kau timpakan kemalangan kepada suamiku. Tetaplah Engkau membentengi dia dengan pagar kasihMU. Tetaplah Engkau menaburi berkat dalam setiap usahanya. Tetaplah Kau beri dia keberuntungan dalam segala hal yang dia kerjakan hari ini.


Jangan membuang mukamu darinya, Tuhan. Sekalipun hingga saat ini air mataku masih tercurah karena terluka. Jangan menutup telingamu atas doa-doanya hari ini.. Aku mohon dengan sangat...


Karena kalau dia terluka, kalau dia celaka, kalau dia bersedih.............hal itupun akan terjadi padaku. Ingatlah.. bahwa aku dan dia sudah menjadi satu. Jadi apapun yang dia rasakan, pasti aku rasakan.


Kau tak ingin aku menangis lagi bukan?


Tolonglah aku untuk bisa mencintainya dengan cara yang dia suka, bukan semata-mata yang membuatku suka. Karena perkawinan adalah pelajaran seumur hidup, jadi.. jangan berhenti untuk menjadi GURU dan PENASIHAT bagi kami berdua.


============================================================


ketika bahasa cintaku tak dipahaminya, dan ketika aku mencari cara mencintai yang dia suka bukan yang aku suka






























Selasa, 19 Februari 2008

Menangis Bersama

Pergumulan yang berat tak terelakkan saat ini. Minggu malam merupakan puncak dari semua beban yang harus kami lepaskan. Tekanan ekonomi, desakan kebutuhan, hingga waktu yang terus berlari menuju tujuannya.

Tak ada yang bisa kami andalkan. Yang kami miliki tinggallah keyakinan pada TUHAN. Keyakinan yang mengatakan bahwa kehidupan kami akan terus naik dan bukan turun. Keyakinan bahwa semua masalah ini akan berakhir dan teratasi dengan baik.

Malam itu kami hanya sanggup berpelukan sambil menangis bersama.

Senin, 11 Februari 2008

Masihkah kita?


Aku baru saja membaca blog temanku, berisi curhatnya tentang kehidupan rumah tangganya. Sebenarnya tanpa membaca curhat2nya aku juga sudah tau keadaan rumah tangga mereka. Tiap kali ada kesempatan untuk berbagi cerita dia akan mengeluhkan semua beban yang saat ini mereka pikul.


Sebenarnya Rumah Tangga mereka sih tak ada masalah. Kehidupan ekonomi mereka cukup mapan dengan segala kepemilikan yang saat ini bisa dilihat mata, bahkan romantisme yang senantiasa mereka ciptakan dalam setiap pertemuan. Asli, bikin kita iri setengah mati.


Yang menjadi masalah adalah : semenjak mereka menikah belum pernah merasakan tinggal satu atap. Lho?!! Kenapa??!! ini terjadi tak lain dan tak bukan karena perbedaan benua. Sang suami tinggal di San Fransisco dan istrinya tinggal di Indonesia. Mereka sudah berusaha mati-matian biar segera bisa berkumpul, tapi kebijakan dari kedutaan (seringkali tidak bisa dimengerti akal sehat kita). Terpaksa, mereka menunggu waktu yang cukup lama untuk bisa bersatu.


Tapi aku bangga : Mereka tak pernah lelah berjuang. Walaupun kisi-kisi hati mereka banyak diisi kelelahan dan kesepian. Tapi harapan untuk bisa bersatu (sekalipun menunggu) tidak pernah mati dari hati mereka.


Aku gak tau kapan mereka akan jadi satu atap. Aku gak tau, kapan teman ku itu akan mendapatkan visa imigran ke SF. Aku gak tau. Tapi seiring doanya kepada Bapa, aku pun berharap ada mujizat yang membukakan jalan bagi mereka berkumpul.


Guys, mau baca tulisannya? klik di http://heandus.blogspot.com/. Mari kita renungkan sesuatu. Setelah membaca resume kisah temanku itu, mari kita mengingat-ingat sesuatu tentang hubungan suami istri.


Masihkah kita menyisihkan waktu kita untuk pasangan kita, sekedar mendengar cerita-ceritanya (yang mungkin membosankan dan tidak bisa kita mengerti?)


Masihkah kita bersedia menemaninya mendengarkan musik kesukaannya (walau mungkin kita tidak menyukainya)


Masihkah kita bersedia menyediakan minuman, makanan, pakaian ganti, bagi suami kita? Dengan hati yang mengabdi dan mengasihi?


Masihkah kita bersedia berciuman mesra sebagai salam selamat pagi?


Ataukah :


Kita terlalu sibuk dengan rutinitas dan hobby kita, sehingga seringkali meninggalkan pasangan kita di rumah?


Kita terlalu sibuk dengan selera kita sehingga kita tak bisa hadir bersamanya mana kala dia menikmati hal2 yang tidak bisa kita nikmati?


Kita terlalu egois (istri-istri), sehingga tak mau menempatkan diri sebagai pelayan baginya?


Kita terlalu fokus pada schedulle2 sehingga melupakan salam selamat pagi yang romantis?


Rasanya masih banyak pasangan2 yang bernasib sama dengan temanku itu. Terpisah tapi bukan kemauan mereka. Dan masih banyak pasangan yang sedang menghancurkan benteng pemisah dengan cucuran air mata mereka. Dengan untaian doa yang tak putus-putus. Dengan terus memelihara kesetiaan dan harapan.


Apakah kita tak lagi mampu bersyukur kalau :

Tiap hari kita masih bertemu pasangan kita, bercerita tanpa menghabiskan pulsa telepon?

Bertatap muka tanpa harus menggunakan webcam?

Berpelukan tanpa harus menunggu hari libur?

Mencium aroma badannya... tanpa harus menunggu dan mengeluarkan biaya?

Mencintainya dengan pelayanan tulus kita?


Masihkah kita bergairah menyambut kedatangan pasangan kita...ataukah ... semua debaran itu tinggal kenangan anak muda yang jatuh cinta?


Mari kita renungkan kembali. Dan benahi sikap hati kita. Supaya cinta kasih suami istri senantiasa menyala tak padam seiring waktu yang berjalan dan bertambah.


Dedicated to : Joice and Jeffry

Aku berharap dengan sangat dan penuh ketulusan, kerinduan kalian segera terwujud. Dan Semoga semua pengalaman ini membuat kalian semakin menghargai arti kebersamaan, ketika kalian sudah tinggal satu atap. Kuatkan hati kalian Temans!
 

Gado-Gado Jawa Manado © 2008. Template Design By: SkinCorner